Textbook | Bagian 2 Setiap Anak Berhak Mendapatkan Pendidikan yang Baik, Seperti Apa ya?

Catatan Ibnu SbR  Masih berlanjut membahas tentang buku yang ditulis oleh mbak Erlinda dan Kak Seto. Pada bagian yang kedua ini, pembahasannya mengenai belajar adalah hak anak. Diawali dengan cerita pada suatu pagi ada seorang ibu yang sedang marah-marah pada anaknya karena anaknya tidak mau berangkat sekolah. Situasi ini juga kadang terjadi di lingkungan sekitar kita. Lantas apakah betul anak-anak tidak ingin sekolah karena tidak mau belajar? Belum tentu!

Orang tua perlu mencari tahu penyebab kenapa anaknya tidak mau sekolah. Bisa jadi karena adanya permasalahan dengan teman-temannya, gurunya, mengalami tindakan kekerasan, tidak suka terhadap pelajaran tertentu atau masalah lain yang mengganggu psikologisnya.

Orangtua perlu berkomunikasi aktif dengan wali kelas anaknya yang berada di sekolah. Bersama dengan wali kelasnya bekerja sama mencari tahu permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak. Jangan karena anak tidak mau sekolah lantas anak dibentak, dimarahi dan sebagainya.

Sejak mereka bayi sebenarnya anak-anak sudah suka belajar bahkan sudah mengalami proses belajar. Mereka belajar menyusui, makan, minum, tengkurap, dan lain-lain. Semua itu dilakukan secara alamiah atas kemauannya sendiri bukan karena paksaan ataupun kewajiban yang dibebankan atas mereka.

Tapi ketika anak-anak masuk ke sebuah kelompok belajar yang namanya sekolah, suasana pun berubah menjadi berbeda dengan sebelumnya. Proses belajar yang diharapkan menjadi kegiatan yang menyenangkan malah menjadi kegiatan yang membosankan bahkan membuat stres, akhirnya anak-anak jadi tidak suka belajar. Anak-anak dituntut untuk menguasai banyak pelajaran sesuai dengan standar yang ditetapkan. Anak-anak dituntut harus lulus walaupun tidak sesuai dengan kemampuan maupun potensi yang dimilikinya. Hal ini justru memberikan tekanan lebih pada anak-anak. 

Mereka dituntut untuk lulus dalam semua ujian. Akibatnya muncul budaya negatif yang dinamakan mencontek pada saat ujian. Anak-anak tidak peduli lagi dengan proses belajar, mereka hanya mengejar kata lulus sesuai standar kriteria ketuntasan minimal. Dari sudut pandang yang lain, mencontek atau meniru adalah salah satu kegiatan yang dilakukan pada saat belajar. Anak-anak meniru ayahnya saat berbicara, pada saat belajar berkata-kata. Melihat ibunya pada saat menyapu lantai, anak-anak meniru ikut memegang sapu walaupun gerakannya masih berantakan. Tapi meniru atau mencontek pada saat ujian apa diperbolehkan? Tentu saja tidak.

Ujian adalah salah satu cara untuk mengukur sejauh mana kemampuan kita telah meningkat atau berkembang setelah proses belajar. Dengan mencontek atau meniru orang lain, kita tidak akan tahu kemampuan kita sendiri. Hal ini tentu sangat merugikan diri sendiri, saat kita mengetahui sampai mana kemampuan kita pada saat ujian. Kita akan mengetahui dimana letak kelemahan kita dan memperbaikinya.

Di dalam bukunya, mbak Erlinda dan Kak Seto menyebutkan bahwa pada pasal 9 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juga menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Sistem pendidikan nasional kita menempatkan etika pada urutan pertama dalam standar isi, tapi pada kenyataannya masih banyak ditemukan baru sebatas teori, bukan pendidikan. Bagaimana mungkin anak-anak bisa berkembang dengan karakter yang mulia jika setiap hari menyaksikan atau mengalami kekerasan di tempatnya belajar seperti dihukum, dihardik, dibentak atau yang lain. Atau pada saat di rumah mereka mendapat perlakuan kasar dari anggota keluarganya. Jika kondisinya demikian, maka bukan tidak mungkin anak-anak yang diharapkan memiliki sifat dan karakter yang mulia malah akan berperilaku sebaliknya.

Pendidikan karakter tidak bisa hanya diajarkan tetapi perlu dicontohkan untuk diteladani. Contoh yang baik dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Diakhir paragraf Mbak Erlinda dan Kak Seto berpesan semoga para orang tua dan para pendidik menyadari tentang hak-hak anak, khususnya mendapatkan pendidikan yang baik bagi anak sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak, Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sehingga anak-anak kita akan tumbuh dan berkembang secara optimal sebagaimana yang diharapkan.


Bagian Pendahuluan

Bagian 1 Spektrum Cerdas itu Luas

Bagian 2 Belajar adalah hak anak

Bagian 3 Semua anak senang belajar

Bagian 4 Gaya belajar setiap anak berbeda

Bagian 5 Stop kekerasan terhadap anak di sekolah

Bagian 6 Stop kekerasan terhadap anak di keluarga

Bagian 7 Keluarga sebagai pranata sosial

Bagian 8 Didiklah anak sedini mungkin

Bagian 9 Prinsip-prinsip dasar mendidik anak

Bagian 10 Kreatif dalam mendidik

Bagian 11 Waspada teknologi informasi

RajaBackLink.com

Komentar

Posting Komentar

Yakin nih gak mau komen?
Pasti ada dong hal yang terpikirkan setelah baca artikelnya. Gak usah ragu, kami menerima semua komentar, saran, maupun kritik yang baik. Kalau kamu punya pertanyaan ketik aja ya. Kami akan balas sesegera mungkin. Terima kasih.